DPRD Bojonegoro Apresiasi Kejaksaan Ihwal Program Rumah Restorative Justice

Bojonegoro, Suryanasional.com – Ketua DPRD Bojonegoro apresiasi Rumah Restorative Justice atau rumah Perdamaian. Program kejaksaan ihwal Rumah Restorative Justice menurutnya merupakan langkah strategis menuju stabilisasi masyarakat.

“Rumah Restorative Justice merupakan wadah untuk penyelesaian berbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat,” kata Abdullah Umar.

Rumah Restorative Justice diharapkan bisa menyelesaikan permasalahan di luar persidangan dengan mengutamakan musyawarah mufakat,” kata Abdullah Umar.

Rumah Restorative Justice juga berfungsi sebagai tempat konsultasi hukum serta menambah wawasan masyarakat dalam proses peradilan.

“Rumah Restorative Justice merupakan program yang bisa menjadi edukasi masyarakat ihwal persoalan hukum. Dari program rumah restorative justice diharapkan akan terbentuk nilai-nilai keadilan kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat,”kata Abdullah Umar.

Abdullah Umar berharap, masyarakat Bojonegoro dapat memanfaatkan Rumah Restorative Justice ini sebaik mungkin.

“Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan Rumah Restorative Justice ini dengan sebaik mungkin. Hal ini penting agar musyawarah dan mufakat menjadi prioritas utama dalam penyelesaian persoalan yang ada di masyarakat,” katanya.

Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Dr. Mia Amiati meresmikan Rumah Restorative Justice di Bojonegoro, Kamis (31/3/2022).

Kepala Kejati Jawa Timur, Dr. Mia Amiati menjelaskan, bahwa Rumah Restorative Justice merupakan program kejaksaan dalam upaya menyelesaikan segala permasalahan di masyarakat baik itu perkara pidana maupun perdata.

“Fungsi dari rumah Perdamaian adalah untuk penyelesaian perkara yang menurut ketentuan peraturan layak untuk dihentikan penuntutannya, maka bisa dimediasi oleh kejaksaan,” kata Mia Amiati.

Perkara bisa diselesaikan dengan mengedepankan perdamaian dengan melakukan musyawarah antara pihak tersangka dan keluarga tersangka dengan pihak korban dan keluarga korban, yang disaksikan oleh tokoh masyarakat setempat.

Kejati Jawa Timur ini menjelaskan, ada beberapa syarat untuk mendapatkan pelayanan Restorative Justice. Pertama, tindak pidana betul-betul merupakan pelaku yang belum pernah melakukan tindak pidana.

“Jadi bukan merupakan residivis. Artinya, dia melakukan perbuatan pidana tersebut karena dorongan sesuatu yang memang butuh untuk hidup secara ekonomi, secara sosial,” kata Mia Amiati.

Selanjutnya, ancaman pidana dari keluarnya tersebut tidak lebih dari 5 tahun. Artinya, untuk hal-hal yang memang apakah lapisan tersebut ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun, bisa dilakukan permohonan penghentian penuntutan. Lalu kerugian korban tidak lebih dari Rp2,5 juta dan selanjutnya korban memaafkan.

“Jadi fungsi dari rumah Restorative Justice ini mengupayakan bagaimana restorative ini diterapkan keadilan yang bisa mengembalikan keadaan seperti semula,” tandas Mia Amiati.(Lex/red).