Swasta Tertuduh Oleh pihak Kartel Susupi Jasa Bongkar Muat

Editor: Tri Karyono| Reporter: Budi Raharto

Suryanasional.com| Surabaya, Dalam Kegiatan bongkar muat di pelabuhan, disinyalir mulai tersusupi praktik kartel. Layanan jasa bongkar muat swasta pun tertimpa ‘pulung’ sebagai aktor dibalik praktik kartel bongkar muat di pelabuhan.

“Saat ini sejumlah oknum pengusaha swasta sedang berupaya membuat kartel layanan bongkar muat di pelabuhan-pelabuhan milik negara,” tegas Ketua Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia III (SPPI III), Muhammad F. Malik di Surabaya, Rabu (7/11/2018).

Mengapa kartel? Malik menyebut, karena oknum-oknum pengusaha swasta, atau yang notabene pemilik perusahaan bongkar muat (PBM) telah bersiasat, Siasat yang dilakukan dengan membatasi tersedianya layanan bongkar muat yang profesional dengan kompetisi bisnis yang sehat. “Kondisi ini sangat mengkhawatirkan. Karena, adanya kompetisi bisnis yang tidak sehat, telah menyebabkan biaya jasa bongkar muat yang tinggi,” ungkap Malik, sapaannya.

Bahkan, di tengah upaya pemerintah dalam memperlancar arus logistik nasional melalui Program Tol Laut, pemangkasan Dwelling Time, pembangunan infrastruktur dan lain sebagainya telah tercederai dengan upaya kartel yang dibangun pengusaha bongkar muat swasta. Tudingan yang dilontarkan SPPI III itu menyebut, kewenangan pemerintah di pelabuhan mulai dipreteli atau dipangkas kartel bongkar muat swasta.

“Padahal, di pelabuhan-pelabuhan milik negara itu sudah ada perpanjangan tangan pemerintah yang melayani kegiatan bongkar muat demi kepentingan pengguna jasa logistik,” tutur Malik.

Disebutkan, berdasar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran (UU Pelayaran), kepentingan negara sebenarnya sudah dilindungi dengan ditunjuknya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT Pelabuhan Indonesia I, II, III, dan IV (Persero) atau Pelindo I – IV untuk menjadi Badan Usaha Pelabuhan (BUP) di pelabuhan-pelabuhan milik negara.

“Efektivitas dan profesionalitas jasa yang diberikan juga tidak terjamin,” katanya.

Alhasil, pengguna jasa logistik, mulai dari pemilik barang, perusahaan pelayaran, pengusaha angkutan barang, dan bahkan masyarakat sebagai konsumen akhir dari barang-barang konsumsi yang didistribusikan melalui pelabuhan, merupakan pihak yang dirugikan.

“Negara sebagai pengelola pelabuhan, sebenarnya sudah sangat jelas dalam mengatur jalannya proses bisnis di pelabuhan yang selama ini berjalan baik,” jelasnya.

Artinya, kata Malik, UU Pelayaran dan instrumen regulasi terkait sudah jelas mengatur hal yang sangat logis. Dengan dasar itu, BUMN sebagai BUP, secara otomatis merupakan penyedia jasa pada kegiatan di kolam pelabuhan, pemanduan kapal, pengusahaan lahan, hingga pada kegiatan bongkar muat barang.

“Karena, BUMN sebagai BUP adalah pihak yang menerima konsesi pengelolaan pelabuhan dan berkewajiban berkontribusi kepada pendapatan negara melalui pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan juga sebagai badan negara yang berinvestasi membangun dan mengoperasikan pelabuhan,” ingat Malik.

Ia juga menjelaskan, regulasi negara sudah sangat adil mengatur pengelolaan pelabuhan. Meski, BUMN Pelindo I – IV merupakan penerima hak konsesi dari negara, namun penyedia jasa swasta masih dapat beroperasi bersama BUMN melayani para pengguna jasa pelabuhan, sehingga tercipta iklim kompetisi bisnis yang sehat untuk menjaga kedaulatan negara dalam mengelola pelabuhan, sekaligus memastikan kebutuhan masyarakat Indonesia akan layanan pelabuhan yang efektif dan efisien dapat tercapai.

“Bukan malah mereduksi legitimasi kewenangan negara dengan menuduh negara melakukan monopoli di pelabuhannya sendiri. Apalagi, melalui argumentasi yang tidak berdasar hukum, seperti menggunakan PP Angkutan di Perairan, sudah barang tentu tidak relevan, karena Pelindo I – IV merupakan BUP (pelabuhan),” tandasnya.