Tanggapan Atas Dicabutnya UUP dan hilangnya jaminan kesehatan bagi 400 ribu lebih warga Bojonegoro.

Oleh: Bambang Budi Susanto, Anggota DPRRI FPAN dapil IX Jatim (Bojonegoro Tuban), nomor Anggota 492

Bojonegoro, Suryanasional.com –
Setalah mencermati berita perihal dicabutnya perbup UUP produk Bupati Suyoto dan pengintegrasian Jamkesda ke BPJS yang berpotensi hilangnya jaminan kesehatan bagi 400 ribu lebih bagi warga Bojonegoro. Bambang Budi Susanto, anggota DPR RI nomor anggota 492, dapil IX Bojonegoro Tuban. Dalam kesempatan ini menyatakan:

1. Menyayangkan tindakan PJ Bupati Bojonegoro yang menggunakan moment sholat idul Fitri untuk mengumumkan kebijakan tersebut. Dari informasi yang saya terima beberapa Camat dan Kades telah membacakan sambutannya. Mengingat idul fitri adalah momentun keagamaan dan penguatan keharmonisan bersosial.
2. Menyayangkan argumen pencabutan Perbup UUP yang dipandang sebagai terciptanya kesenjangan sosial dan kemiskinan masyarakat yang ada di Bojonegoro. Argumen ini sangat bertentangan dengan fakta fakta di lapangan. Bahwa kemiskinan di Bojonegoro itu sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan bahkan sejak merdeka hingga tahun 2000 Bojonegoro masih rangking 1 sebagai Kabupaten termiskis di Jatim, tahun 2008 nomor 3 termiskin, selanjutnya tahun 2016 turun menjadi nomor 11. UUP hanyalah sebuah kebijakan untuk menghidupkan iklim usaha, dimana Bupati Suyoto mengambil tanggung jawab dari kemungkinan konflik antara pekerja dan pengusaha. Kawasan pedesaan dengan lingkungan kemiskinan yang secara ekonomis tidak masuk bagi pengusaha, kini terbuka lebar. Ibarat kata inilah cara untuk menghidupkan barang mati menjadi hidup. Kita patut mengapresiasi para pengusaha yang berani menjadi pelopor, membuka usaha. Maka sungguh disayangkan jika para pelopor itu kini dihukum, dengan diumumkan di depan publik jamaah Idul Fitri sebagai penyebab kemiskinan dan kesenjangan sosial. Siapa yang akan betanggung jawab jika kemudian para pekerja menuntut kenaikan upah, dan para pengusaha memilih menutup atau hengkang. Bukankah hal ini lebih berpotensi menciptakan kemiskinan.

3. Khusus untuk masalah integrasi Jamkesda dari pengelolaan oleh Pemkab Bojonegoro ke BPJS, saya berharap Pemkab Bojonegoro jangan menciptakan kerisauan sosial. Mohon dipastian skenario yang membuat hampir 500 ribu lebih rakyat Bojonegoro (bukan penerima KIS dan bukan peserta BPJS mandiri) tidak resah. Pastikan kelompok yang rentan ini tidak jatuh dalam kemiskinan akibat sakit. Membiarkan mereka mengurus urusan kesehatan secara mandiri berpotensi menjatuhkan mereka dalam perangkap kemiskinan.

4. Belajar dari dua kasus di atas, saya berharap bapak PJ Bupati benar hadir lahir batin menjadi pemimpin Bojonegoro. Bukan sekedar Pejabat Pemprov Jatim yang lebih menekankan kepatuhan aturan. Mohon Bapak berkenan memahami dengan sungguh sungguh sejarah kemiskinan Bojonegoro dan masalah yang dihadapi rakyat Bojonegoro. Mohon Bapak Pj. Bupati menjalankan kebijakan Presiden Joko Widodo dengan menjalankan Pemerintahan yang hadir, yang menjadi solusi bagi rakyatnya. Bapak sudah menjadi milik rakyat Bojonegoro bukan hanya milik Pemprov Jatim.

Demikian trimakasih, kepada Bapak PJ Bupati saya mohon maaf jika ada bahasa yang kurang berkenan. Semua ini saya sampaikan mengingat kita sama sama pengemban amanat rakyat. Red/Sn

Bojonegoro17 Juni 2018