Cemari Lingkungan, Poyek JTB Diadukan Masyarakat ke DPRD Bojonegoro

Bojonegoro, Suryanasional.com – Proyek pengembangan lapangan gas unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB) di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. mendapat protes dari warga sekitar.

Masyarakat yang tergabung dalam Forum masyarakat Kaliombo anti pencemaran lingkungan mendatangi DPRD Bojonegoro, Senin (28/12/2020). Kedatangan mereka untuk mengadukan dampak dari eksplorasi gas di JTB yang dilakukan Pertamina EP Cepu (PEPC).

“Dampak yang sangat dirasakan warga dari eksplorasi gas di JTB terhadap lingkungan sekitar diantaranya adanya bau yang menyengat. Munculnya bau ini membuat warga sangat was-was dan takut. Mereka takut jika bau ini merupakan gas berbahaya yang berpotensi mengakibatkan sakit hingga resiko kematian,” kata Anam Warsito dari LBH Akar Bojonegoro, selaku kuasa hukum Forum Masyarakat Kaliombo.

Begitupula jika malam hari, lanjut Anam, warga juga merasa kuatir karena ada dentuman suara keras yang berasal dari lokasi pengeboran.

“Suaranya sangat keras sehingga sangat mengganggu dan membuat khawatir warga. Akibatnya warga tidak bisa tidur dengan nyenyak. Suara keras tersebut juga mengakibatkan balita dan anak-anak menjadi trauma,” tambah Anam.

Jika anak-anak mendengar suara keras, dimanapun mereka berada, pasti mereka selalu berlari pulang karena merasa ketakutan.”Ini terjadi pada anak-anak dan balita karena dampak dari suara keras yang berasal dari lojasi pengeboran sehingga mengakibatkan mereka trauma,” imbuh Anam.

Maka sebab itu, lanjut Anam, masyarakat memberikan kuasa kepada dirinya untuk melakukan advokasi agar eksplorasi tersebut tidak memberikan dampak kepada mereka.

“Mereka menuntut agar bau yang tidak sedap dan suara bising ini hilang dan mereka bisa hidup nyaman seperti sebelum ada pengeboran,” kata Anam.

Namun apabila tuntutan masyarakat ini tidak segera direalisasikan PEPC, maka masyarakat meminta pemerintah untuk meninjau kembali ijin lingkungan yang telah dikeluarkan sebagai prasyarat untuk melakukan aktivitas eksplorasi.

“Jika ijin tersebut melanggar ketentuan atau mengganggu masyarakat maka ijin itu bisa dicabut. Selanjutnya apabila tuntutan masyarakat ini tidak segera diselesaikan, maka lebih baik eksploitasi ini dipindah saja,” kata Anam.

Anam Warsito menuturkan, sebenarnya masyarakat dan PEPC pernah bertemu membahas terkait permasalahan ini. Namun masyarakat kecewa dengan argumentasi PEPC.

“Saat bertemu warga, PEPC mengatakan jika ini semua hanya faktor belum terbiasa saja. PEPC mengatakan jika nanti sudah terniasa, pastinya ini akan menjadi hal yang biasa pula,” kata Anam Warsito.

Bahkan PEPC beralibi bahwa ini sama halnya dengan orang yang hidup di dekat rel kereta api.”Lama-lama pasti akan terbiasa dengan suara kereta api,” kata Anam menjelaskan sikap dari PEPC.

Anam berpendapat, bahwa jawaban PEPC ini bukan menyelesaikan masalah, namun malah terkesan menyepelekan masalah.

“Maka sebab itu kita ikhtiar dengan mengadukan permasalahan ini ke DPRD Bojonegoro karena sebagaimana Undang-undang Lingkungan Hidup tahun 2009 pasal 62 dalam ayat 1 yang mengatur bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan Lingkungan Hidup yang bersih dan sehat,” kata Anam Warsito.

Di ayat lain pasal 62 UU Lingkungan Hidup tahun 2009 juga menyebutkan setiap warga negara berhak apabila terganggu akibat kerusakan lingkungan bisa melakukan pengaduan.

“Artinya bahwa apa yang dilakukan masyarakat ihwal pengaduan ini adalah bagian dari melaksanakan isi dari Undang-undang tersebut,” jelas Anam.

Dijelaskan Anam Warsito, bahwa hasil dari pengaduan masyarakat ini, komisi A DPRD Bojonegoro berjanji akan melaksanakan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi pengeboran.

“Selanjutnya komisi A berjanji akan memediasi kedua belah pihak, yakni masyarakat Desa Kaliombo dan PEPC,” ungkap Anam Warsito.

Komisi A juga berjanji akan memanggil dan melakukan hearing dengan SKK Migas maupun PEPC dan juga Rekind selaku pemenang tender pekerjaan pengeboran ini. Nanti rencananya juga akan mengundang Dinas Lingkungan Hidup dan pihak kecamatan dan desa setempat untuk mencari solusi dan titik temu permasalahan ini.

“Bahkan komisi A juga berjanji akan datang ke PEPC di Jakarta untuk mempertanyakan langsung dampak pencemaran yang mereka lakukan,” kata Anam Warsito.(Lex/red).