Organda Teriak Merugi Tarif Tol Melangit

Editor:Alex Sutrisno|Reporter: BudiRaharto

Suryanasional.com|Surabaya,-Beroperasinya infrastruktur jalan tol Trans Jawa dinilai tak sepadan dengan kondisi riil di masyarakat. Infrastruktur jalan bebas hambatan yang diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), 21 Januari 2019 lalu itu meninggalkan pilu bagi sebagian penggunanya.

“Mahalnya tarif itu perlu evaluasi lagi. Selain merugikan, juga tidak efektif. Jadi, kami merasakan, tarif tol masih mahal,” cetus Ketua DPC Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Khusus Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Kody Lamahayu Fredy dikonfirmasi, Oleh Suryanasional.com Pada Hari Senin (28/1/2019).

Namun diakui, pihaknya tidak bisa berbuat banyak atas kebijakan pengenaan tarif tol tersebut. Menurutnya, Organda, dalam hal ini Organda Khusus Tanjung Perak hanya bisa berteriak. “Tinggal pemerintah mau mendengarkan teriakan kami atau tidak. Selama tidak didengarkan ya kami tidak lewat tol. Tapi jika didengarkan, ya segera turunkan harga tarif tol yang sebesar Rp 1000/km itu,” harap Kody.

Dampak melangitnya tarif tol tersebut, kata Kody, bisa menggerus ongkos angkut truk yang melintas di lajur tol tersebut. Apalagi, dengan besaran tarif Rp 1000/km, semakin membebani masyarakat, khususnya pemilik jasa angkutan truk.

“Sangat tidak sebanding dengan realitas beban yang kami tanggung,” tandas Kody.

Diungkapkan, tarif tol untuk lintasan Surabaya-Jakarta, pengusaha jasa angkutan truk terpaksa menelan kerugian hingga Rp 2 juta. Alasannya, ongkos angkut yang tergerus antara Rp 1,5 juta hingga kisaran Rp 2 juta itu disebabkan ongkos angkut Surabaya-Jakarta hanya sebesar Rp 400.

“Jadi, kalau jalan tolnya itu per kilometer Rp 1000, ongkos angkutnya perton kilometer saat ini sebesar Rp 400,” ingatnya.

Biaya tak sebanding yang dikeluarkan sekali jalan tersebut, kata Kody, sangat menyesuaikan jenis dan kelas kendaraan. Selain tarif yang tak sepadan, angkutan barang golongan VII itu juga membutuhkan dua pengemudi truk untuk bergantian setiap 8 jam sekali dalam satu perjalanan.

“Dengan rentang istirahat perjalanan setiap 4 jam sekali. Artinya, dua sopir itu juga masuk biaya yang harus kami keluarkan,” tuturnya.

Dijelaskan, penyediaan dua sopir tersebut, selain faktor keamaman dan keselamatan di jalan, juga menjaga sopir agar tetap bugar saat mengemudikan laju kendaraannya. Sebab, kendaraan yang berkecepatan tinggi dengan kondisi jalan lengang, akan berdampak pada kelelahan sopir yang berujung bahaya kecelakaan. “Apa masing-masing dari mereka tidak dibayar? Keduanya, kami bayar dengan besaran ongkos yang sama,” kata Kody.

Herannya, mengapa investor, atau pemerintah tidak menurunkan tarif tol dari Rp 1000 per kilometernya? Hal ini sangat tidak efektif dengan dibangunnya jalan tol yang digunakan masyarakat, namun bertarif mahal.

“Coba kalau tarifnya diturunkan dikisaran Rp 500 per kilometer, mungkin orang menggunakan jalan tol lebih banyak dan investor bisa menerima pengembalian investasi lebih cepat dan mengurangi kemacetan,” ingatnya.

Sementara, mengutip data Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), tarif jalan tol Jakarta-Surabaya untuk kendaraan golongan V, totalnya mencapai Rp 1,38 juta sekali jalan. Bila dihitung perjalanan bolak-balik artinya pengemudi harus mengeluarkan Rp 2,76 juta.